Menakar Kasus Sambo dan Pidana Mati Dalam KUHP Baru
Faktamuaraenim.com – Mengikuti persidangan mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, menarik dari sisi hukum pidana. Apalagi tindak pidana yang didakwakan sangatlah serius yaitu Pasal 340 KUHP dengan ancaman pidana mati.
Pertanyaanya, apakah pidana mati yang dijatuhkan misalnya, benar-benar dapat dilaksanakan ? Mari kita melihat dari perspektif ius constituendum sehubungan telah disahkannya RKUHP menjadi KUHP Baru pada tanggal 6 Desember 2022 yang lalu. KUHP baru ini telah resmi diundangkan menjadi UU No.1 Tahun 2023 tentang KUHP yang mulai berlaku Januari 2026 atau tiga tahun ke depan menggantikan KUHP lama warisan kolonial Belanda.
Kita tahu perkara Sambo Cs yang tengah disidangkan masih mengacu pada KUHP lama. Jika kita berasumsi hukuman yang akan dijatuhkan hakim kepada terdakwa misalnya pidana mati. Dalam konteks ini dapat dipastikan bahwa Sambo Cs akan menggunakan seluruh upaya hukum yang ada mulai dari upaya hukum banding, kasasi, PK bahkan Grasi, dan proses ini akan memakan waktu yang cukup lama hingga putusan a quo dapat dieksekusi. Menariknya, disaat perkara ini disidangkan dimana pada saat yang sama telah disahkannya KUHP Baru, meskipun KUHP baru tersebut akan diberlakukan pada tahun 2026 mendatang. Lalu, bagaimanakah perspektif ius constituendum dalam hal terjadinya perubahan undang-undang setelah perbuatan itu dilakukan terkait mengenai pelaksanaan pidana.
Pembunuhan berencana dalam KUHP Baru diatur dalam Pasal 459 dengan rumusan dan ancaman pidana yang sama dengan Pasal 340 KUHP yaitu pidana mati atau pidana seumur hidup atau pidana penjara maksimum 20 tahun. Pidana mati tidak lagi sebagai pidana pokok, tetapi merupakan pidana yang bersifat khusus yang diancamkan secara alternatif. Dalam KUHP baru, penjatuhan pidana mati merupakan upaya terakhir atau bersifat ultimum remedium. Menurut Pasal 100 KUHP Baru pidana mati dijatuhkan dengan masa percobaan selama 10 tahun. Artinya, seseorang yang dijatuhi pidana mati maka ia hanya dapat dieksekusi setelah melewati masa percobaan selama 10 tahun. Dan dalam hal terpidana menunjukan sikap dan perbuatan terpuji dalam kurun waktu percobaan tersebut, pidana mati dapat dirubah menjadi pidana seumur hidup.
Sebagai konsekuensi berlakunya KUHP baru, jelas merupakan angin segar bagi Sambo Cs untuk terhindar dari pidana mati. Sekalipun hakim menjatuhkan pidana mati maka hal itu tidak dapat dilaksanakan. Hal ini terkait dengan asas “lex posteriori derogat legi priori”, yaitu peraturan yang baru mengesampingkan peraturan yang lama. Tentang hal ini juga dipertegas dalam KUHP Baru khususnya Pasal 3 ayat (1) ; menyatakan : “Dalam hal terdapat perubahan undang-undang sesudah perbuatan terjadi, diberlakukan undang-undang yang baru, kecuali ketentuan undang-undang yang lama menguntungkan bagi pelaku dan pembantu tindak pidana”. Lebih lanjut dalam ayat (7) ditegaskan : “Dalam hal setelah putusan pemidanaan berkekuatan hukum tetap dan perbuatan yang terjadi diancam dengan pidana yang lebih ringan menurut undang-undang yang baru, pelaksanaan pemidanaan disesuaikan dengan batas pidana menurut undang-undang yang baru.
Berdasarkan ketentuan tersebut, apabila Sambo Cs dijatuhi hukuman mati dan dengan berlakunya KHUP Baru terbuka kemungkinan hukuman tersebut tidak akan terlaksana, karena harus melewati masa percobaan 10 tahun, bahkan bila yang bersangkutan berkelakuan baik, hukuman dapat dirubah menjadi pidana seumur hidup.
Dr.Firmansyah.,S.H.,M.H
(Dosen Universitas Serasan Muara Enim)